Semewah hotel
bintang dua akan kalah dengan hotel bintang
tiga. Hotel bintang tiga kalah dengan hotel bintang empat. Begitu juga dengan hotel
bintang empat akan tumbang melawan hotel
bintang lima di arena yang sama. Banyaknya predikat bintang yang dimiliki berbanding lurus
dengan kemewahan dan kenyamanan yang di berikan.
Lalu, apakah kenyamanan & kemewahan hotel bintang
lima adalah tingkatan yang paling tinggi dan tidak ada yang menandingi? Tentu tidak. Baru-baru ini muncul
hotel dengan satu tingkat diatasnya, Hotel bintang 6 di kota Bandung. Hotel ini mengklaim sebagai hotel bintang 6 pertama di Indonesia loh. Memiliki Grand Ballroom dengan hiasan 3 buah lampu gantung kristal Swarovski senilai 12 milyar rupiah. Wadaaaw ...
Menang kemewahannya, tapi belum tentu untuk kenyamanannya. Mungkin ini
tidak adil karena saya membandingkanya dengan jenis hunian yang bukan pada kelasnya. Saya membandingan dengan kenyamanan yang saya dapatkan ketika berada di rumah sendiri (di desa). Kenyamanan yang dilengkapi dengan kehangatan keluarga, Bapak & Ibu. Ini semua tidak akan saya rasakan ketika berada di hotel, penginapan ataupun sejenisnya.
Rumah, hunian yang saya tempati (hampir) seperempat
abad. Berada di desa, sederhana tetapi selalu membuat kangen jika beberapa hari tidak
menempatinya. Suasana interaksi di dalamnya, kesibukan orang-orang rumah setiap pagi, salah satunya juga ketika menikmati sambal petai (makanan favorit).
Sambal petai yang sangat cocok dicocol dengan nasi panas di bulan Desember seperti sekarang. Sambal pedas, nasi hangat, suasana hujan. Cocok! Jelas, suasana seperti ini bikin kangen saat saya berada di perantauan.
Bagi orang jawa, bulan ke-12 sistem penanggalan masehi
ini dimaknai dengan Desember, deres-deresé sumber (deras-derasnya sumber). Baik
sumber mata air, hujan, rejeki dan hal lain yang sifatnya pengharapan. Semoga
salah satu harapan saya turut mengalir sederas aliran hujan di bulan Desember.
Bersama aliran air hujan, harapanan akan terus mengalir hingga menuju sebuah pencapaian, salah satunya
memiliki rumah hasil keringat sendiri. Tidak perlu mewah, tapi cukup dan nyaman
untuk berkumpul dan bercengkerama dengan bapak-ibu di usia senjannya (kelak).
Rumah Maja di Banten, Citra Maja Raya bisa menjadi salah satu wish list jika suatu
saat saya memiliki kesempatan untuk menjadi bagian dari masyarakat kota Banten dengan alasan apapun itu. Hunian skala kota mandiri yang menggabungkan gaya hidup modern yang didukung dengan program EcoCulture yang mengedepankan unsur keserasian alam dan ramah lingkungan adalah bagian dari konsep yang membuat saya tertarik.
Selain itu ada alasan lainnya:
TOD (Transit Oriented Development) Konsep ini berkaitan dengan kemudahan akses sarana transportasi umum. Apalagi jika sobat menggemari transportasi umum kereta api, inilah solusinya. Perumahan murah Citra Maja Raya menjadikan stasiun kereta api maja sebagai simpul transportasi (hub) utamanya. Kemanapun jadi gampang dan menyenangkan.
citramaja.com
Aktivitas keseharian tidak perlu jauh-jauh. Dengan konsep ini, perumahan diatur sedemikian rupa sehingga semua aktivitas sehari-hari terfasilitasi dengan baik. Dalam kompleks perumahan, penghuni dapat mudah mengakses pusat perbelanjaan, rumah sakit, sarana pendidikan, sarana ibadah dan fasilitas mumpuni & penting lainnya.
Tentu, hal ini bisa dijadikan sebagai salah satu investasi untuk kita sob. Letaknya yang strategis, sangat pasti jika dikemudian hari memiliki nilai jual yang tinggi. Lagi-lagi perumahan seperti ini dikembangkan oleh developer terpercaya Ciputra Residen (Ciputra Group).
Jadi type diatas, mana yang kamu inginkan untuk dijadikan hunian atau ruko?
Wuih, menarik ini... :)
BalasHapus